Thursday, April 18, 2013

PROSES PENYEMBUHAN LUKA

Luka/injuri bisa disebabkan oleh berbagai macam, seperti karena bahan kimia, benda tajam / benda tumpul, dan luka bakar. Penyembuhan dari luka itu sendiri dipengaruhi oleh 6 faktor, yaitu:
1. Kedalaman
2. Ukuran
3. Jenis Luka
4. Lokasi Luka
5. Infeksi
6. Kesehatan pasien dan usia
 Peran perawat di sini adalah menjaga kesterilan dalam proses penyembuhan luka dengan melakukan perawatan luka. Dengan menjaga luka agar tetap steril maka tidak akan ada infeksi kuman, dan tubuh akan cepat memperbaiki daerah luka tersebut. Proses penyembuhan luka dibagi menjadi 4 tahap, yaitu:

1. Hemostasis :
Proses penutupan perdarahan, tubuh akan berespon jika ada luka dengan melakukan fasokontriksi pembuluh darah, dan pembekuan darah untuk menutup luka. Proses ini berlangsung selama beberapa hari.

2. Inflamation:
Proses peradangan, yang terjadi dari proses peradangan yaitu proses penghilangan bakteri, dan zat - zat yang tidak diperlukan tubuh yang ada di dalam luka, tanda - tanda radang ada 5 yaitu: tumor (terdapat benjolan dikarenakan permaebilitas kapiler yang meningkat), rubor (merah), dolor (nyeri), kalor (panas), fungtio laesa (perubahan fungsi).

3. Proliferation:
Proses penyatuan kembali jaringan yang terbuka. Yang berperan penting dari proses ini adalah fibroblast dan kolagen.

4. Maturation
Disebut juga sebagai fase reodelling

Untuk lebih jelasnya silahkan download video proses penyembuhan luka. Klik Di Sini.

Tuesday, April 16, 2013

EBOOK PEMERIKSAAN FISIK

Penulis dengan bangga mempublikasikan hasil karya tulisannya tentang pemeriksaan fisik. Penulis telah membuat buku yang berjudul pemeriksaan fisik. Untuk mengunduhnya gratis kok... silahkan saja klik di sini

Monday, April 15, 2013

Video Proses Pembentukan Urine

Urine dibentuk dari hasil sisa metabolisme. Zat - zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh dibuang melalui urine. Zat - zat tersebut bersifat racun bagi tubuh jika berlebihan. Sedangkan organ yang berfungsi untuk menyaring hasil sisa metabolisme adalah ginjal.
Di sini penulis akan berbagai pengetahuan tentang proses pembentukan urine melalui video agar lebih menarik. Silahkan Klik Di sini untuk memperoleh videonya. Owh.  iya, videonya berbahasa inggris.. hehehehe

Friday, April 12, 2013

Berbagai Macam Alat Kontrasepsi dan Video Penyuluhan Keluarga Berencana (KB)

Kontrasepsi adalah cara yang digunakan untuk mencegah berteunya sel telur dan sperma. Cara kontrasepsi ada tiga yaitu:
1. Kontrasepsi Sederahan
2. Kontrasepsi Permanen
3. Kontrasepsi Non-permanen

A. KONTRASEPSI SEDERHANA
Kontrasepsi sederhana bisa dilakukan secara alami atau menggunakan alat. untuk yang alami bisa dilakukan dengan cara kalender, pengukuran suhu tubuh, dan senggama terputus. Sedangkan yang menggunakan alat bisa digunakan kondom. cara kalender digunakan untuk mengetahui masa kesuburan kita. Hari pertama menstruasi dihitung sebagai hari pertama siklus. pada hari ke14 hingga hari ke21 adalah masa subur wanita. jadi hidari berhubungan pada hari itu. Kekurangan dari metode ini yaitu, tidak cocok untuk wanita yang siklus menstruasinya tidak teratur.
Cara pengukuran suhu tubuh, dilakukan dengan cara memeriksa suhu tubuh untuk memprediksi kesuburan wanita. Masa kesuburan ini diawali dengan menurunnya suhu tubuh kemudian mengalami kenaikan secara tajam. Metode ini kurang efektif karena membutuhkan kesabaran, keuletan, dan kurang praktis.
Cara selanjutnya adalah cara senggama terputus. Dilakukan dengan cara pengeluaran penis dari vagina saat hampir ejakulasi hingga sprema tidak masuk ke dalam vagina. Kontrasepsi selanjutnya adalah kondom. Kondom digunakan pada penis yang sedang ereksi sebelum adanya kontak dengan vagina sebelum bersenggama. Kondom terbuat dari karet. Jadi kita harus memperhatikan bahan baku dari kondom tersebut karena beberapa orang ada yang alergi dengan karet. Kondom yang telah dipakai tidak boleh dipakai lagi

B. KONTRASEPSI NON- PERMANEN
Kontrasepsi non-permanen terdiri dari:
1. Pil
2. AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim)
3. AKBK (Alat Kontrasepsi Bawah Kulit)
4. Suntik.

Berikut adalah video penyuluhan tentang alat kontrasepsi dan penjelasannya, semoga bermanfaat. Silahkan Klik Di Sini

Wednesday, April 10, 2013

Otitis Media



A.      PENGERTIAN
Ø  Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh bagian dari telinga tengah. Berdasarkan gejalanya otitis media dibedakan menjadi dua yaitu otitis media supuratif (pengeluaran sekret atau lendir) dan otitis media nonsupuratif.
Ø  Peradangan pada bagian telinga tengah yang bersifat tiba – tiba atau akut.

B.       PATOFISIOLOGI
Ø  Infeksi saluran pernafasan atas seperti radang tenggorokan atau pilek

                                    
                            Bakteri masuk saluran eustachius

                        Radang, pembengkakan, penyumbatan saluran eustachius

                                 Sel darah putih mati, nanah, lendir telinga

                                           Lendir dan nanah menumpuk

                                        Perforasi membrane tympani

C.      PENYEBAB
Ø  Penyebabnya bisa bakteri maupun virus.
Ø  Bakteri tersering menyebabkan otitis media adalah streptococus pneumonia, haemophilus influenza, dan moraxella cattarhalis.

D.      ANAK LEBIH MUDAH TERSERING OMA
Ø  Daya tahan tubuh anak masih rendah.
Ø  Saluran eustachius anak lebih pendek.
Ø  Organ adenoid lebih besar dari orang dewasa, sehingga jika terjadi infeksi akan bengkak dan menyumbat saluran eustachius.

E.       MANIFESTASI KLINIS
Ø  Pada orang dewasa dan remaja, nyeri telinga, demam, gangguan pendengaran.
Ø  Pada bayi, demam, kejang, sering memegang telinga yang sakit, sukar tidur, anak gelisah, dan diare.

F.       PENEGAKAN DIAGNOSA
Ø  Terdapat nyeri pada bagian telinga.
Ø  Pemeriksaan dengan otoskopi terdapat peradangan pada telinga, terdapat cairan pada belakang gendang telinga, menggembungnya gendang telinga.

G.      TERAPI
Ø  Pemberian pada kasus ringan Amoxicilin. Pemberian pada kasus berat amoxicilin – clavulanate.
Ø  Jika pasien alergi ringan terhadap amoxicillin, dapat diberikan cephalosporin seperti cefdinir, cefpodoxime, atau cefuroxime.
Ø  Pada alergi berat terhadap amoxicillin, yang diberikan adalah azithromycin atau clarithromycin.

Sunday, April 7, 2013

Download Kumpulan Askep KMB (Keperawatan Medikal Bedah)

Dengan berbagi informasi kepada sesama manusia melalui website ini semoga dapat menambah pengetahuan para pembaca dan para pendownload. Hari ini penulis akan membagikan kumpulan askep yang penulis punya. Semoga bermanfaat. Amin.
1. Regio Bedah
2. Regio Interna
3. Regio Jantung
4. Regio Mata
5. Regio Genetalia
6. Regio Paru
7. Regio Syaraf
8. Regio Tropik
9. Regio THT
Kesembilan regio ini terdapat berbagai macam kumpulan askep medikal bedah. Silahkan didownload. Tapi saya minta mohon diberi komentar agar bisa memperbaiki blog ini. Terimakasih

Saturday, April 6, 2013

MATERI PPT KEPERAWATAN GAWAT DARURAT (GADAR)

Saya akan mengeposkan tugas - tugas keperawatan gawat darurat yang berupa ppt, semoga bermanfaat:
1. ARDS
2. Bilas Lambung
3. KLB (Kejadian Luar Biasa)
4. Perdarahan
5. Syok

BPH


A.    Konsep  Dasar

1.        Pengertian 
Benigna  Prostat  Hiperplasi ( BPH )  adalah   pembesaran  jinak   kelenjar  prostat,  disebabkan  oleh  karena  hiperplasi  beberapa  atau  semua  komponen  prostat  meliputi  jaringan  kelenjar / jaringan  fibromuskuler  yang   menyebabkan  penyumbatan   uretra   pars  prostatika  ( Lab / UPF  Ilmu  Bedah  RSUD  dr.  Sutomo,  1994  :  193 ).
Pendapat  lain  mengatakan  bahwa  BPH  adalah  pembesaran    progresif   dari  kelenjar  prostat  ( secara  umum  pada  pria  lebih  tua  dari  50  tahun  )  menyebabkan   berbagai   derajat  obstruksi  uretral   dan  pembatasan    aliran  urinarius   ( Marilynn,  E.D,  2000 : 671 ).
Dari  kedua  pengertian  tersebut  maka  penulis  menyimpulkan  bahwa  BPH  adalah  pembesaran  progresif  dari  kelenjar  prostat,  bersifat  jinak  disebabkan  oleh  hiperplasi  beberapa  atau  semua  komponen  prostat  yang  mengakibatkan  penyumbatan prostatika  dan  umumnya  terjadi  pada  pria  dewasa  lebih  dari  50  tahun.
a.      Patofisiologi
 Pembesaran  prostat  menyebabkan  penyempitan  lumen  uretra   prostatika   dan  akan  menghambat  aliran  urin.  Keadaan  ini   dapat  meningkatkan  tekanan intravesikal.  Sebagai  kompensasi  terhadap  tahanan  uretra  prostatika,  maka   otot  detrusor  dari  buli  -  buli  berkontraksi  lebih  kuat  untuk  dapat  memompa  urin  keluar.  Kontraksi  yang  terus  -  menerus  menyebabkan  perubahan  anatomi  dari  buli  -  buli  berupa  :
hipertropi  otot  detrusor,  trabekulasi,  terbentuknya  selula,  sakula  dan  difertikel  buli  -  buli.
 Perubahan  struktur  pada  buli  -  buli  dirasakan  klien  sebagai  keluhan  pada  saluran  kemih  bagian  bawah  atau  Lower  Urinary  Tract  Symptom  / LUTS  (Basuki,  2000 :  76).
 Puncak  dari kegagalan kompensasi  adalah   ketidakmampuan  otot  detrusor  memompa  urine  dan  terjadi  retensi  urine.  Retensi  urin  yang  kronis  dapat  mengakibatkan  kemunduran  fungsi  ginjal   ( Sunaryo, H,  1999  :  11 ).

b.     Etiologi
Penyebab  yang  pasti  dari  terjadinya  BPH  sampai  sekarang  belum  diketahui.  Namun  yang  pasti  kelenjar  prostat  sangat  tergantung  pada  hormon  androgen.  Faktor  lain  yang  erat  kaitannya   dengan  BPH  adalah  proses  penuaan 
Karena  etiologi  yang  belum  jelas   maka  melahirkan  beberapa  hipotesa  yang  diduga  timbulnya  hiperplasi  prostat  antara  lain  :
1).      Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen  menyebabkan  epitel  dan  stroma  dari  kelenjar  prostat  mengalami  hiperplasi .
2).      Perubahan  keseimbangan  hormon  estrogen  -  testoteron
Pada  proses  penuaan  pada  pria  terjadi  peningkatan  hormon  estrogen  dan  penurunan   testosteron  yang  mengakibatkan  hiperplasi  stroma.
3).      Interaksi  stroma  -  epitel
Peningkatan  epidermal  gorwth  factor  atau  fibroblast   growth    factor  dan  penurunan  transforming  growth  factor  beta  menyebabkan  hiperplasi  stroma  dan  epitel.
4).      Berkurangnya  sel  yang  mati
Estrogen  yang  meningkat  menyebabkan   peningkatan  lama  hidup  stroma  dan  epitel  dari  kelenjar  prostat.
5).      Teori  sel  stem
Sel  stem  yang  meningkat  mengakibatkan    proliferasi  sel  transit  ( Roger  Kirby,  1994 :  38 ).

c.      Diagnosis
Untuk  menegakkan  diagnosis  BPH  dilakukan  beberapa  cara  antara  lain :
1.        Rectal  touch / pemeriksaan  colok  dubur  bertujuan  untuk  menentukan  konsistensi  sistim  persarafan  unit  vesiko  uretra  dan  besarnya  prostat.  Dengan  rectal  toucher  dapat  diketahui  derajat  dari  BPH,  yaitu :
a).    Derajat  I   =  beratnya  ±  20 gram.
b).    Derajat  II  =  beratnya  antara  20 – 40  gram.
c).           Derajat  III =  beratnya  > 40  gram.
2).      Pemeriksaan  Laboratorium
Pemeriksaan  darah  lengkap,  faal  ginjal,  serum  elektrolit  dan  kadar  gula  digunakan  untuk  memperoleh  data  dasar  keadaan  umum  klien.  Pemeriksaan  urin  lengkap  dan  kulturnya  juga  diperlukan. PSA  (Prostatik  Spesific  Antigen)  penting diperiksa  sebagai  kewaspadaan  adanya  keganasan.
3).      Pemeriksaan  Uroflowmetri
Salah  satu  gejala  dari  BPH  adalah  melemahnya  pancaran  urin.  Secara  obyektif  pancaran  urin  dapat  diperiksa  dengan  uroflowmeter  dengan  penilaian :
a).  Flow  rate  maksimal  >  15 ml / dtk    =  non  obstruktif.
b).  Flow  rate  maksimal 10 – 15  ml / dtk =  border  line.
c).   Flow  rate  maksimal  <  10 ml / dtk    =  obstruktif.
4).      Pemeriksaan  Imaging  dan  Rontgenologik
a).       BOF  (Buik  Overzich
Untuk  melihat  adanya  batu  dan  metastase  pada  tulang.
b).    USG  (Ultrasonografi)
Digunakan  untuk  memeriksa  konsistensi,  volume  dan    besar  prostat  juga  keadaan  buli – buli  termasuk  residual  urin.  Pemeriksaan  dapat  dilakukan  secara  transrektal,  transuretral  dan  supra  pubik. 
c).    IVP  (Pyelografi  Intravena)
Digunakan  untuk  melihat  fungsi  exkresi  ginjal  dan  adanya  hidronefrosis.  Dengan  IVP, buli – buli dilihat  sebelum,  sementara  dan  sesudah  isinya  dikosongkan. Sebelum, untuk  melihat  adanya  intravesikal  tumor dan  divertikel.  Sementara  (voiding  cystografi),  untuk  melihat  adanya  reflux  urin.  Sesudah  (post  evacuation),  untuk  melihat  residual  urin.
5).      Pemeriksaan  Panendoskop
Untuk    mengetahui   keadaan  uretra  dan  buli – buli  (Sunaryo, H, 1999 :  11-21). 
d.     Penatalaksanaan
Modalitas  terapi  BPH  adalah :
1).    Watchful  (observasi)
Yaitu  pengawasan  berkala  pada  klien  setiap  3 – 6   bulan  kemudian  setiap  tahun  tergantung  keadaan  klien
2).    Medikamentosa
Terapi  ini  diindikasikan  pada  BPH  dengan  keluhan  ringan,  sedang,  dan  berat  tanpa  disertai  penyulit serta  indikasi  terapi  pembedahan  tetapi  masih  terdapat  kontraindikasi  atau  belum  “well  motivated”   Obat  yang  digunakan    berasal    dari:   phitoterapi   (misalnya: Hipoxis rosperi, Serenoa repens,  dll),  gelombang  alfa  blocker  dan  golongan   supresor   androgen.
3).    Pembedahan
Indikasi  pembedahan  pada  BPH  adalah :
a).           Klien  yang  mengalami  retensi  urin  akut  atau  pernah  retensi  urin  akut.
b).           Klien  dengan  residual  urin  >  100  ml.
c).           Klien  dengan  penyulit.
d).          Terapi  medikamentosa  tidak  berhasil.
e).           Flowmetri  menunjukkan  pola  obstruktif.
Pembedahan  dapat  dilakukan  dengan :
a).           Pembedahan  biasa  /  open  prostatektomi.
b).           TURP.
TURP dilakukan dengan memakai alat yang disebut resektoskop  dengan  suatu lengkung diathermi. Jaringan kelenjar  prostat  diiris  selapis  demi  selapis  dan
dikeluarkan melalui selubung resektoskop. Perdarahan dirawat  dengan  memakai  diathermi,  biasanya  
dilakukan  dalam  waktu  30  sampai 120 menit,  tergantung  besarnya  prostat.  Selama  operasi dipakai irigan  akuades   atau  cairan  isotonik  tanpa  elektrolit. Prosedur  ini   dilakukan   dengan   anastesi   regional         ( Blok Subarakhnoidal / SAB / Peridural ). Setelah  itu  dipasang kateter  nomer Ch. 24 untuk beberapa hari. Sering dipakai kateter bercabang tiga atau satu saluran untuk spoel yang mencegah  terjadinya  pembuntuan  oleh  pembekuan  darah. Balon  dikembangkan  dengan  mengisi  cairan  garam  fisiologis  atau   akuades  sebanyak  30 – 50 ml  yang  digunakan   sebagai  tamponade  daerah   prostat   dengan  cara  traksi  selama  6 – 24 jam.Traksi  dapat  dikerjakan  dengan  merekatkan  ke  paha  klien  atau  dengan  memberi  beban  (0,5  kg)  pada  kateter  tersebut  melalui  katrol.  Traksi  tidak  boleh  lebih  dari  24  jam karena  dapat  menimbulkan  penekanan  pada  uretra  bagian  penoskrotal  sehingga  mengakibatkan  stenosis  buli – buli  karena  ischemi.  Setelah  traksi  dilonggarkan  fiksasi  dipindahkan       pada  paha  bagian  proximal  atau  abdomen  bawah.  Antibiotika  profilaksis  dilanjutkan beberapa  jam  atau 
24 – 48  jam  pasca  bedah. Setelah  urin yang  keluar  jernih  kateter  dapat  dilepas .Kateter  biasanya  dilepas  pada  hari ke 3 – 5.  Untuk  pelepasan kateter, diberikan  antibiotika 1 jam  sebelumnya  untuk mencegah  urosepsis.  Biasanya  klien  boleh  pulang  setelah  miksi  baik,  satu  atau  dua  hari  setelah  kateter  dilepas   (Doddy,  M.S, 2000 : 6 ).  
4).      Alternatif  lain  (misalnya:  TUIP,  TUBD,  Kriyoterapi,  Hipertermia,  Termoterapi, TUNA, Terapi  Ultrasonik  dan  TULIP.

B.     Asuhan  Keperawatan 

Tahapan  dari  proses  keperawatan  meliputi  :  pengkajian,  perencanaan,  pelaksanaan  dan  evaluasi  (Nasrul,  E,  1995  :  3, 4 ).
1.             Pengkajian
Pengkajian  adalah  pemikiran  dasar  dari  proses  keperawatan  yang  bertujuan  untuk  mengumpulan  informasi  /  data  tentang  klien,  agar  dapat  mengidentifikasi,  mengenali   masalah,  kebutuhan  kesehatan  dan  keperawatan  klien  baik  fisik,  mental,  sosial  dan  lingkungan  ( Nasrul, E,1995  :  18 ).
a.    Pengumpulan  data
Data  yang  perlu  dikumpulkan  dari  klien  meliputi  :
1).        Identitas  klien
2).        Keluhan  utama
Keluhan  utama  yang  biasa  muncul  pada  klien  BPH  pasca  TURP  adalah nyeri  yang  berhubungan  dengan  spasme  buli  -  buli.  Pada   saat   mengkaji   keluhan  utama   perlu  diperhatikan   faktor   yang   mempergawat  atau   meringankan  nyeri                    ( provokative / paliative ),  rasa    nyeri    yang    dirasakan  (quality),  keganasan / intensitas  ( saverity )  dan  waktu  serangan,  lama,  kekerapan (time).
3).        Riwayat  penyakit  sekarang
Kumpulan   gejala  yang  ditimbulkan  oleh  BPH  dikenal  dengan    Lower   Urinari  Tract   Symptoms  ( LUTS )  antara  lain  :   hesitansi,  pancar  urin  lemah,  intermitensi,  terminal  dribbling,   terasa  ada  sisa  setelah  selesai  miksi, urgensi,  frekuensi  dan  disuria  (Sunaryo, H,  1999  :  12, 13).
4).           Riwayat  penyakit  dahulu
Adanya  riwayat  penyakit  sebelumnya  yang  berhubungan  dengan  keadaan  penyakit  sekarang  perlu  ditanyakan . Diabetes  Mellitus,  Hipertensi,  PPOM,  Jantung  Koroner,  Dekompensasi Kordis  dan  gangguan  faal  darah  dapat  memperbesar   resiko  terjadinya   penyulit   pasca   bedah   ( Sunaryo,  H,  1999  :  11,  12,  29 ).  Ketahui  pula adanya riwayat  penyakit  saluran  kencing  dan  pembedahan  terdahulu.
5).           Riwayat  penyakit  keluarga
Riwayat  penyakit  pada  anggota  keluarga  yang  sifatnya  menurun  seperti  :  Hipertensi,  Diabetes  Mellitus,  Asma  perlu  digali .
6).           Riwayat  psikososial
7).           Pola – pola  fungsi  kesehatan      
8).           Pemeriksaan  fisik
Pemeriksaan   didasarkan  pada  sistem – sistem  tubuh    antara  lain   :
a).    Keadaan  umum
b).     Sistem  pernafasan
c).    Sistem  sirkulasi
d).     Sistem  neurologi
e).      Sistem  gastrointestinal
f).       Sistem  urogenital
Setelah  dilakukan  tindakan  TURP  klien  akan  mengalami  hematuri . Retensi  dapat  terjadi  bila  kateter  tersumbat  bekuan  darah. Jika  terjadi  retensi  urin,  daerah  supra  sinfiser   akan   terlihat   menonjol,  terasa  ada  ballotemen  jika   dipalpasi   dan   klien   terasa  ingin  kencing  (Sunaryo, H ,1999 : 16).  Residual  urin  dapat  diperkirakan  dengan  cara  perkusi. Traksi  kateter dilonggarkan  selama  6 - 24  jam   (Doddy,  2001 : 6).
g).      Sistem  muskuloskaletal
9).           Pemeriksaan  penunjang
a).      Laboratorik
b.    Diagnosa  keperawatan
Berdasarkan  analisa  data  yang  diperoleh  maka  dapat  dirumuskan  diagnosa   keperawatan   pada  klien  BPH  pasca  TURP  sebagai  berikut  :
1).           Nyeri  ( akut )  berhubungan  dengan  iritasi  mukosa  buli –             buli  :  reflek  spasme  otot  sehubungan  dengan  prosedur  bedah  dan / atau  tekanan  dari  traksi.
              ( Marilynn,  E.D, 2000  :  683 )
2).           Resiko tinggi kekurangan cairan berhubungan dengan     kehilangan  darah  berlebihan .
3).           Perubahan eliminasi urine: frekuensi, urgensi, hesistancy, inkontinensi, retensi, nokturia atau perasaan tidak puas setelah miksi sehubungan dengan obstruksi mekanik : pembesaran prostat. ( 5,8 ).
4).           Nyeri sehubungan dengan penyumbatan saluran kencing sekunder terhadap pelebaran prostat. ( 5,9 )

2.             Perencanaan
a.              Resiko tinggi ketidakefektifan pola napas berhubungan  dengan  anastesi.  
1).    Tujuan
Pola napas tetap efektif
2).    Kriteria hasil
Paru-paru bersih pada auskultasi, frekuensi dan irama napas dalam batas normal, melakukan batuk dan napas dalam tanpa kesulitan.
3).   Rencana tindakan dan rasional        
a).    Bantu klien dengan spirometer insentif  jika dianjurkan.
Rasional:  memaksimalkan ekspansi paru.
b).      Ajarkan  dan bantu  klien untuk membalik, batuk,  dan napas dalam tiap 2 jam.
Rasional: merupakan  upaya  untuk mengeluarkan   sekret.
c).    Kaji  bunyi  napas  tiap  4  jam.
d).     Laporkan  penurunan  atau  tidak  adanya  bunyi napas pada  tim  medis.
e).      Kaji  kulit  terhadap  tanda  sianosis  dan  diaforesis.
f).       Pantau dan laporkan gejala gangguan pertukaran gas kacau.
Rasional : (c, d, e, f): deteksi dini ketidakefektifan pola napas.    
g).      Berikan  obat  penghilang  nyeri  dengan interval  yang  tepat untuk  mengurangi  nyeri.
Rasional:      berkurang / hilangnya nyeri dapat membantu klien melakukan latihan batuk dan napas dalam secara efektif.

b.             Resiko tinggi kekurangan cairan yang berhubungan dengan kehilangan darah  berlebihan.
1).      Tujuan
                          Keseimbangan cairan tubuh tetap terpelihara.
2).    Kriteria hasil
Mempertahankan  hidrasi adekuat dibuktikan dengan: tanda -tanda  vital  stabil,  nadi  perifer  teraba,  pengisian perifer baik,  membran   mukosa  lembab  dan   keluaran  urin  tepat.
3).      Rencana tindakan dan rasional
a).    Benamkan   kateter,  hindari  manipulasi  berlebihan.
Rasional :   gerakan  penarikan  kateter  dapat  menyebabkan   perdarahan  atau  pembentukan  bekuan darah   dan   pembenaman  kateter  pada  distensi  buli-buli.
b).      Pantau  masukan  dan  haluaran  cairan.
Rasional: indikator keseimangan cairan dan kebutuhan penggantian.
c).      Observasi  drainase  kateter,  hindari  manipulasi berlebihan atau  berlanjut.
Rasional  :  perdarahan   tidak  umum terjadi 24 jam pertama  tetapi  perlu  pendekatan  perineal. Perdarahan kontinu / berat  atau berulangnya  perdarahan  aktif  memerlukan  intervensi / evaluasi  medik.
d).     Evaluasi  warna,  konsistensi  urin,  contoh :
Merah   terang   dengan   bekuan   darah
Rasional :        mengindikasikan perdarahan arterial dan   memerlukan terapi cepat.
Peningkatan  veskositas, warna keruh gelap dengan bekuan  gelap.
Rasional :        menunjukkan perdarahan vena, biasanya berkurang  sendiri.
e).      Awasi  tanda-tanda  vital,  perhatikan  peningkatan  nadi dan pernapasan, penurunan tekanan darah, diaforesis, pucat,  pelambatan pengisian kapiler dan membran mukosa  kering.
f).       Selidiki  kegelisahan, kacau mental dan perubahan perilaku.
Rasional :     dapat      menunjukkan  penurunan  perfusi  serebral.
g).      Dorong pemasukan cairan 3000 ml / hari kecuali kontraindikasi.
Rasional :    membilas gonjal / buli-buli dari bakteri dan debris. Awasi dengan ketat karena dapat mengakibatkan  intoksikasi  cairan.
h).      Hindari  pengukuran  suhu  rektal  dan  penggunaan  selang rektal / enema.
Rasional  :       dapat mengakibatkan penyebaran iritasi terhadap  dasar  prostat dan peningkatan kapsul  prostat  dengan  resiko  perdarahan.
i).        Kolaborasi  dalam  memantau  pemeriksaan  laboratorium  sesuai  indikasi,  contoh:
Hb / Ht,  jumlah  sel  darah  merah.
Rasional :        berguna dalam evaluasi kehilangan darah/kebutuhan  penggantian.
Pemeriksaan  koagulasi,  jumlah  trombosi
Rasional :       dapat  mengindikasikan  terjadinya  komplikasi misalnya  penurunan  faktor  pembekuan  darah, KID.
j).        Pertahankan traksi kateter menetap, plester kateter di bagian paha dalam.
Rasional :        traksi  kan  membuat  tekanan  pada  aliran darah di kapsul prostat untuk membantu mencegah / mengontrol  perdarahan.
k).      Kendorkan traksi dalam 6 - 24 jam. Catat periode pemasangan   dan  pengendoran  traksi,  bila diperlukan.
Rasional :        traksi  lama  dapat  menyebabkan trauma / masalah   permanen   dalan  mengotrol  urin.
l).        Berikan  pelunak  feses,  laksatif   sesuai  indikasi.
Rasional :        pencegahan konstipasi / mengejan untuk defekasi  menurunkan  resiko  perdarahan  rektal-perineal.
c.       Perubahan eliminasi urine: frekuensi, urgensi, resistancy, inkontinensi, retensi, nokturia atau perasaan tidak puas setelah miksi sehubungan dengan obtruksi mekanik: pembesaran prostat.
Tujuan: Pola eliminasi normal.
Kriteria hasil :
-          Klien dapat berkemih dalam jumlah normal, tidak teraba distensi kandung kemih
-          Residu pasca berkemih kurang dari 50 ml
-          Klien dapat berkemih volunter
-          Urinalisa dan kultur hasilnya negatif
-          Hasil laboratorium fungsi ginjal normal
Rencana tindakan :
1.      Jelaskan pada klien tentang perubahan dari pola eliminasi.
2.      Dorong klien untuk berkemih tiap 2 – 4 jam dan bila dirasakan.
3.      Anjurkan klien minum sampai 3000 ml sehari, dalam toleransi jantung bila diindikasikan
4.      Perkusi  /  palpasi area supra pubik
5.      Observasi aliran dan kekuatan urine, ukur residu urine pasca berkemih. Jika volume residu urine lebih besar dari 100 cc maka jadwalkan program kateterisasi intermiten.
6.      monitor laboratorium: urinalisa dan kultur, BUN,  kreatinin.
7.      Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat: antagonis    Alfa -  adrenergik (prazosin)
Rasional :
1 . Meningkatkan pengetahuan klien  sehingga klien kooperatif dalam tindakan keperawatan.
2 . Meminimalkan retensi urine, distensi yang berlebihan pada kandung kemih
3 . Peningkatan aliran cairan, mempertahankan perfusi ginjal dan membersihkan ginjal dan kandung kemih dari pertumbuhan bakteri.
4.      Distensi kandung kemih  dapat dirasakan di area supra pubik.
5.      - Observasi aliran dan kekuatan  urine untuk mengevaluasi     adanya obstruksi
- Mengukur residu urine untuk mencegah urine statis karena dapat beresiko infeksi
6. Statis urinarias potensial untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko ISK. Pembesaran prostat dapat menyebabkan dilatasi saluran kemih atas  (ureter dan ginjal), potensial merusak fungsi ginjal dan menimbulkan uremia.
7. Mengurangi obstruksi pada buli-buli, relaksasi didaerah prostat sehingga gangguan aliran air seni dan gejala-gejala berkurang.

d.      Nyeri sehubungan dengan penyumbatan saluran kencing sekunder terhadap pelebaran prostat.
Tujuan : Klien menunjukan  bebas dari ketidaknyamanan
Kriteria hasil :
-  Klien melaporkan nyeri hilang / terkontrol
-  Ekspresi wajah klien rileks
-  Klien mampu untuk istirahat dengan cukup
-  Tanda-tanda vital dalam batas normal
Rencana tindakan :
1.      Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas ( skala 1-10 ), dan lamanya.
2.      Beri tindakan kenyamanan, contoh: membantu klien melakukan posisi yang nyaman, mendorong penggunaan relaksasi / latihan nafas dalam.
3.      Beri kateter jika diinstruksikan untuk retensi urine yang akut : mengeluh ingin kencing tapi tidak bisa.
4.      Observasi tanda – tanda vital.
5.      Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat sesuai indikasi, contoh: eperidin ( Dumerol )
Rasional :
1. Memberi informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan     Intervensi
2.  Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
3   Retensi urine menyebabkan infeksi saluran kemih, hidro ureter dan hidro nefrosis
4.   Mengetahui perkembangan lebih lanjut
5.  Untuk menghilangkan nyeri hebat / berat, memberikan relaksasi mental dan fisik.